RIAK GELOMBANG DIBALUT LARA oleh Helma herwati

RIAK GELOMBANG DIBALUT LARA 
    Pasca pandemi tahun 2021 saya berkunjung ke kota padang, kota ini masih sepi, tidak banyak kendaraan yang lalu lalang, toko-toko masih berselimut, bahkan jam gadang di kota bukit tinggi pakai masker, kami melewati rute perjalanan Kerinci-Sungai Penuh - Tapan terus ke kota padang, tentu saja kami melewati daerah teluk bayur, pelabuhan laut yang terkenal pada zaman tujuh puluhan dan menyimpan banyak kenangan masa kecilku, 
    Sampai di kota Padang sudah di tunggu terminal oleh Safar anak angkat ku, diajak ke rumahnya, disini kami istirahat melepas penat, esok hari nya baru mulai city tour padang.
     Usai sholat di Masjid Raya Padang langsung menuju restoran, rumah makan dilamun ombak Sambil menikmati hidangan yang beranekaragam makakan padang, kami merencanakan perjalanan selanjutnya.
     Berangkat dari restoran dilamun ombak, menuju objek wisata pantai purus, pantai yang terletak di kawasan padat perkotaan yang membentang dari daerah purus hingga ke muara batang arau, destinasi wisata ini sering disebut taplau atau tapi lauik dalam bahasa minang arti nya tepi laut, pemandangan di taplau ini sangat indah, meskipun udara terasa panas, sepanjang garis pantai dipenuhi kios-kios makanan dan minuman, kami mencari tempat duduk di payung-payung besar yang tersedia, lalu Safar memesan minuman eskalmut, ee eeh es kelapa muda. sementara saya tidak berani minum es jadi saya beda sendiri, saya pesan air kelapa muda murni.
     Sambil menikmati minuman di taplau, saya bercerita pada suami dan anak angkat saya, Mas! ... tempat kita duduk ini adalah bagian dari perjalanan hidupku, disini masa kecilku, disini aku pernah hidup bahagia bersama ayah, ibu, adik, nenek dan 3 saudara sepupu ku. Suami ku menyela percakapan kami. Nah ...kata nya, orang kerinci, Lah iya mas... Ibu (Mak)berasal dari kerinci, Ayah (Abak) dari Padang, saya lahir di kerinci dan tinggal di kerinci sampai usia 5, di Kerinci abak kerja sebagai petani, (Telah di ceritakan dalam karya ku yang berjudul Senyum manis menoleh luka) sejak kejadian adik ku Nendralita jatuh di kebun kemudian meninggal, nenek melarang abak untuk berkebun, sejak itu kami tinggal di dusun bekerja sebagai kulli angkut di pasar, kebetulan rumah nenek dekat pasar, pada hari senin pedagang datang dari mana-mana, dan berjualan bermacam-macam, abak bekerja sebagai tukang angkat barang orang yang berjualan pakaian, mengangkat barang dari mobil dan truk mengantarkan ke meja atau los tempat orang itu jualan, Abak mengangkat barang jualan secara manual tanpa alat bantu, berat 1 bal pakaian sekitar 60-70 kg di letakkan di punggung dan dibawa berjalan dengan terbungkuk-bungkuk. dapat upah sekedar cukup untuk makan sehari-hari, di wilayah terdekat hari pasar hanya ada 2 kali dalam seminggu yaitu hari senin dan selasa tentu hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup 4 orang keluarga kami karena itu Abak dan Mak memutuskan untuk merantau ke kota Padang, di Padang ada Gaek beliau adalah kakak dari nenek ku. 
        Gaek padang yang baik hati, mau menerima kehadiran kami sekeluarga sementara kondisi beliau juga dalam kesulitan ekonomi, beliau tinggal bersama 3 cucu yang sudah yatim piatu. Gaek padang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, beliau berkeliling dari rumah ke rumah menawarkan jasa mencuci pakaian, pada saat itu belum ada mesin cuci seperti yang kita nikmati sekarang ini, aku dan santi sering diajak ketika gaek mencuci di rumah orang kaya, kata gaek yang boleh ikut hanya anak perempuan sambil belajar mencuci pakaian, Jasa mencuci ini banyak disenangi konsumen karena Gaek tidak sembarang mencuci, beliau mencuci pakaian sesuai sunnah Rasulullah saw, yaitu menigakalikan basuhan dan membacakan shalawat pada basuhan ke-3, beliau tetap menigakalikan basuhan meskipun dirumah tersebut kekurangan air bersih, pelajaran ini tetap saya pakai sampai sekarang dan mengajarkannya pada orang-orang terdekatku yaitu anak kemenakan dan murid-muridku di sekolah. Ilmu yang sedikit ini manfaat nya luar biasa, Smg ilmu yg beliau ajarkan ini menjadi ladang fahala bagi beliau, Aamiin 
        Taplau sekarang sangat berbeda dengan zaman dulu, laplau sangat indah, cantik menarik pengunjung serta memanjakan mata para wisatawan, pemandangan yang begitu indah juga dihiasi dengan kios-kios pedagang oleh-oleh dan payung-payung penyedia minuman, seperti air kelapa muda dll, sedangkan pada tahun 70an, ini tempat kami mandi bersama anak-anak tetangga teman-teman sebayaku, Uda Roni kakak sepupu ku, sering mengajak aku mandi disini, beliau sangat pintar bermain ombak, permainannya seru sekali. mandi di laut dengan memakai benan/ ban dalam mobil sebagai pelampung, Pada mulanya anak-anak berbaris di bibir pantai, mereka sangat tertib tanpa komando mereka sudah rapi sendiri dan tidak ada yang rebutan, mereka berbaring di atas benan dan ada juga yang posisi menelungkup ketika ombak laut datang menyerang benan di sambar ombak yang menggulung terus melaju ke laut dibawa gelombang arus balik, kemudian setelah air agak tenang mereka berkayuh ke pinggir pantai, berkayuh dengan kedua tangan, sering juga ada yang jatuh namun mereka semuanya sangat kompak dan saling membantu satu sama lainnya.
         Tempat tinggal kami tidak jauh dari sini, mungkin sekitar 500 meter ke arah seberang jalan, dulu jalan ini sudah ada tapi tidak selebar ini juga tidak semulus jalan yang sekarang kita lalui, jalannya kecil penuh kerikil alat tranportasi juga sangat sederhana yaitu sepeda, bemo dan oplet, Kami tidak punya sepeda jadi kemana-mana kami jalan kaki, bahkan pernah jalan kaki ke pantai air manis bersama teman-teman.
         Kami menempati rumah mungil berukuran 3x3m, dihuni oleh 8 orang anggota keluarga yaitu Saya,Mak,Abak, adik, gaek dan 3 saudara sepupu, rumah kayu yang berukuran 3x3 ini hanya untuk tempat tidur, tidak ada kamar dan ruang makan, masak di dapur bagian belakang rumah tanpa dinding hanya ada atap, agar peralatan dapur tidak kehujanan, sedangkan makan kami lebih sering pada tempat terbuka, di luar rumah, di bawah pohon akasia, abak membuat paleh-paleh atau meja dan kursi dari kayu. Meja makan juga berfungsi sebagai meja tamu. 
        Abak bekerja sebagai pedagang kaki lima, abak membeli ikan pada nelayan di tepi laut ini dan menjualnya di pasar, abak menjual ikan di pasar trdisional dengan cara tradisional pula, tanpa timbangan, hanya main perkiraan saja yaitu membuat onggokan sekitar 1 kg dengan harga Rp10.- ada juga yang onggokan nya agak besar, isi nya lebih banyak harga nya Rp.25. setelah dagangan habis abak dapat uang untuk membeli kebutuhan di rumah, seperti beras dll, sering juga membelikan roti slai pisang kesukaan adik ku Itisrayanti, Ketika ikan dagangan abak tidak habis terjual di pasar, sisanya saya bersama uda Roni menjajakan ke rumah-rumah dekat sini, 10 ekor ikan di ikat jadi satu, cara mengikat nya sangat unik yaitu menjalin isang nya dengan rotan kemudian diikat seperti lingkaran, lalu kami berjalan keliling kampung sambil berseru ...lauik.. lauik murah... 25 rupiah. Di tawar dengan 20 atau 15 rupiah juga kami jual dari dibawa pulang malah ikan nya jadi busuk.
         Hari demi hari abak bekerja sebagai pedagang ikan namun pendapatan abak tidak mencukupi kebutuhan kami sekeluarga, jadi abak mencoba beralih profesi, abak kembali bekerja sebagai tukang angkat barang, kali ini angkat barang di pelabuhan teluk bayur, abak mengangkat barang keluar dari kapal memindahkan ke truk pengangkut barang. Ini juga dilakukan secara manual. 1 bal barang di meletakkan dipunggung dibawa berjalan menuju truk. Jam kerjanya juga tidak menentu, menyesuaikan dengan jadwal kapal yang masuk dari tanjung periuk, Pengasilan abak sudah agak lumanyan, sudah bisa membeli baju lebaran untuk kami berlima,             Bulan romadhan tinggal beberapa hari lagi, sebentar lagi lebaran tiba, pada sore hari nya kami kedatangan tamu dari kerinci, beliau adalah pak wo palayang sopir bis anak gunung dari kerinci. Pak wo membawa sepucuk surat dari Paman, kakak mak yang sering aku panggil Mamak ting, isi surat itu merupakan uangkapan rasa rindu sama kami sekeluarga, Mamak Ting meminta abak untuk membawa kami mudik lebaran, 
        Ada kisah yang membuat saya sangat terharu, sang kakak yang tidak bisa tulis baca, ingin mengungkapakan rasa rindunya pada pada adik bunggsunya, Ia menemui seorang teman adik iparnya yaitu sopir bis antar provinsi, trayreknya kerinci – padang dan meminta tolong menuliskan isi hatinya pada secarik kertas nota tiket bis, adik bungsu yang menerima surat itupun penuh rasa haru dengan berlinang airmata beliau menuliskan balasan surat itu, Sebenarnya Mak juga rindu pada keluarga di Kerinci terutama pada nenek, tapi melihat kondisi ekonomi kami yang tak mampu untuk mudik lebaran jadi Mak hanya bisa memendam rasa rindu nya dan mengungkapkan melalui goresan pena pada secarik kertas putih. 
        Fajar menyinsing di ufuk timur, gema takbir telah berlalu, ku lihat pipi Mak merah padam dan air matanya berlinang namun ketika ku tanya Mak mengapa menangis? Spontan beliau jawab “aah..tidak”, Mak tidak menangis, mata berair hanya terkena asap dapur, Tiba-tiba Abak muncul dari balik batang akasia dekat rumah, Mak terkejut mengapa Abak sudah pulang pada hal baru saja berangkat kerja, Abak langsung duduk di bangku depan rumah tempat kami biasa ngobrol bersama, Mak menyuguhkan secangkir air putih hangat dan bungkus galamai pemberian tetangga, sambil menikmati minuman hangat Abak mengeluarkan selembar kertas dari saku celana, kali ini surat dari paman di sertai 2 lembar uang 5 ribuan. Dengan suara yang pelan Abak menyampai isi surat itu yang mana paman meminta kami sekeluarga untuk pulang ke kampung karna kakek sakit keras. Jadi kami harus pulang bersama bis yang membawa surat itu, ongkosnya sudah dibayar dari kampung sedangkan uang 10 ribu itu untuk kebutuhan makan minum kami dalam perjalanan. 
        Setelah menempuh perjalanan yang panjang dengan naik bis anak gunung selama 15 jam kami sampai di kampung halaman langsung kerumah nenek di siulak, lihat kakek sedang terbaring sakit, badan nya kurus sekali rupanya kakek sudah lama sakit, baru sekarang kami dapat kabar, melihat kedatangan kami kakek langsung bangun duduk, memeluk Itis cucu kesanyangannya pada saat itu berusia 2 tahun, sepertinya kakek sudah sangat rindu pada kami berdua, sejak kehadiran kami di rumahnya, kakek berangsur-angsur sembuh, kakek sudah mau makan nasi dan semangat nya untuk sembuh mulai kelihatan, kakek mulai belajar berjalan.
     Di Kerinci hawanya sangat sejuk suhu pada siang hari 15 derajat, pada umumnya penduduk disini mata pencarian nya sebagai petani, Abak dan Mak juga beralih profesi jadi petani menyesuikan dengan masyarakat sekitar namun Abak tetap saja berjualan di pasar, keuntungan dari dagangan beliau gunakan sebagai upah orang yang menggarap sawah kami, Alhamdulillah roda perekonomian kami sudah mulai naik, hasil panen padi terbilang banyak, bisa memenuhi kebutuhan keluarga dan cukup untuk membeli peralatan sekolah ku.         Pagi yang cerah mata hari sudah menampakkan wajahnya namun aku masih saja kedinginan, pagi ini hari pertama ku masuk sekolah dasar, ditemani oleh Abak, Mak dan adikku, sebelum masuk kelas para siswa berbaris di halaman sekolah, adik ku tidak mau berpisah dengan ku, mungkin karna waktu di padang kami selalu bersama, saat Mak mau pulang kerumah adik ku menangis tidak mau meninggalkan diri ku hingga pak Fauzi guru kelas 1 mengizin adik ku masuk kelas dan duduk bersama ku, kebetulan juga penjaga sekolah adalah pak etek ku (Tentang beliau akan aku ceritakan pada efisode yang lain).
         Semester 1 sudah berjalan, tibalah saat hari pembagian laporan hasil belajar, ternyata aku meraih prestasi terbaik di kelas ku, aku rangking pertama dari 40 siswa kelas satu, dan di beri hadiah dari sekolah, Hadiah itu aku berikan pada adikku Itisrayanti yang selalu setia menemani aku belajar baik di rumah maupun di sekolah, begitu juga pada penerimaan lapor kenaikan kelas, aku naik ke kekas 2 setelah menempuh massa study selama 3 semester karena ada kebijakan pemerintah tentang perubahan tahun pelajaran yang mula tahun pelajaran berlangsung seperti tahun masehi yaitu dari bulan Januari sampai Desember menjadi tahun ajaran yang mulai dari bulan Juli sampai bulan Juni pada tahun berikutnya.
         Bel sekolah berbunyi menandakan bahwa waktu istirahat telah tiba, aku berjalan keluar mencari Itis, biasa nya ia menemani aku dalam kelas tapi selama kelas 2 Itis hanya hanya datang pada waktu istirahat dan menjemputku ketika pulang, karena kelas kami paralel, masuk bergantian dengan murid kelas 1, mereka masuk pukul 07.00 – 10.00 dan murid kelas 2 masuk pukul 10.00 pulang pukul 12.00 wib. waktu istirahat hanya 30 menit ini aku manfaat untuk bermain bersama adikku, aku mengajak Itis bermain bersama teman, Itis berpenampilan bersih, gemuk, gendut dan lucu, hingga teman-teman ku pun senang bermain dengannya, bila aku mengajari itis membaca teman-teman yang belum lancar membaca itupun ikut nimbrung belajar bersama. 
        Lebih bahagia lagi ketika pulang sekolah, begitu keluar dari ruang kelas Itis sudah berlari menedakati aku, dengan teriakan khas nya, Uniii.... ku gendong dia besentar kemudian dia minta turun dan berjalan membawa tas sekolah ku, setiap hari ia lakukan ini untuk ku, jadi aku sengaja mengurangi isi tas ku, buku paket ku bawa sendiri , yang tinggal di dalam tas hanya buku tulis dan pensil, dia membawa nya dengan riang gembira, kami berjalan pulang sambil bercerita dan bersenang-senang, kebetuhan rumah kami dekat dengan SD hanya berjarak 200 m, setelah di rumah kami makan bersama dan bermain bersama, sambil bermain rumah – rumahan aku mengajari adik membaca, berhitung dan menggambar, adiku sangat cerdas, apa yang aku ajarkan dia cepat mengerti dan hasil menggambar juga bagus, sering aku pajang dan ku tempelkan di rumah. Sayang nya kebahagian ini tidak berlangsung lama, kakek sudah meninggal adik pun menyusul.
         Hari senin ini, pagi-pagi aku sudah berpakai seragam sekolah, pada masa itu anak SD menggunakan kemeja putih, bawahan biru dongker, seperti seragam SMP sekarang, aku pamit sama Mak, aku akan berangkat ke sekolah, ada yang aneh pada diri ku, hari ini adik ku semata wayang tidak mengantar ku karna sejak semalam ia demam, badan nya panas dingin, ku cium keningnya, lalu aku pamit, pagi sekali aku sampai di sekolah tapi hatiku tidak tenang, ingatan ku selalu pada adiku yang sakit, akhir aku menemui guru ku, bu Rosidar guru kelas 2, aku pamit izin sama beliau tidak mengikuti pelajaran,             Sebelum pulang aku jajan di kantin sekolah sambil memberi tau etek bahwa itis sedang sakit, aku membeli kue panukuit/apem kesukaan nya, setiba di rumah langsung ku berikan kue pada adikku,dia tersenyum lemas, ku ambil minum segelas air putih sambil menyuapi adik ku, Itis makan kue nya sedikit sekali separo saja kurang, terus aku membujuknya untuk minum sirup obat yang berikan oleh dokter rumah sakit, lalu ia bertanya pada ku, Uni , abak dimana? Aku jawab Abak sedang pergi jualan di pasar, Itis mau ke tempat abak jualan, aku menghibur adik, aku bilang sebentar lagi abak pulang, pada hal hari ini abak jualan sangat jauh yaitu di pasar tapan, sumatera barat, abak biasa nya pulang tengah malam kemudian melanjutkan lagi jualan di pasar siulak deras pada hari selasa, setelah barang dagangan dari kerinci habis terjual di pasar tapan, beliau membeli lagi barang untuk di jual di kerinci. Begitu seterusnya.
         Malam ini terasa sangat dingin sementara badan adikku terasa panas sekali, aku memeluk dan merangkulnya terus menerus, kepalanya di kompres dengan sapu tangan, sementara mak melakukan pekerjaan rumah seperti biasa, setelah minum obat malam itu panas badan nya sudah turun, rasa ngantuk mulai menyerang ku, mata ku sudah kedap kedip seperti bola lampu 5 watt tetapi aku belum mau tidur, kami masih menunggu kedatangan abak, biasa abak pulang selalu membawa oleh-oleh untuk kami, baik itu berupa makanan atau barang mainan dan baju, Pukul 22.00 malam itu abak pulang membawa makanan dan baju baru, Itis langsung duduk mepakai baju baru dibantu oleh Mak, Itis kelihatan sangat cantik tersenyum bahagia dalam balutan gaun berenda warna pink, wajahnya yang imut-imut sangat ceria, aku sangat senang tapi aku mengantuk aku tidak memakai baju baru, Itis bilang ini untuk uni en pakailah, aku jawab besok saja setelah mandi, aku malah memilih makan nasi bungkus, makanan yang selalu kami tunggu adalah ikan panjang yang sudah di goreng. daging nya tebal,kenyal dan gurih tapi Itis tidak mau makan, dia bilang Itis tidak lapar, uni en saja yang makan nya, aku makan dengan lahap, aku berusaha menyuapi adikku akhirnya dia mau, namun tidak banyak, hanya tiga kali suap itu pun kecil-kecil, hati ku terasa sedikit lega, Itis sudah mau makan, ku kira Itis sudah sembuh, rupanya ini lah suapan terakhir buat adikku tersayang, makan dan minum terakhirnya dari tangan ku. 
        Setelah makan yang cukup banyak tentu aku kekenyangan dan tertidur pulas di samping adik ku, hingga aku tidak menyadari apa yang terjadi, aku terkejut bangun, karena mendengar suara tangisan Mak dan Nenek, etek dan pak etek sudah ada di sampingku, kulihat Itis masih tidur, diluar masih gelap namun cahaya fajar subuh telah menyinsing di ufuk timur, jamaah dari masjid semuanya mampir ke rumah, diantara nya ada Gaek (nenek ku dari pihak ayah) beliau datang langsung memeluk ku sambil menangis beliau bisikkan di telingaku, beliau bilang sabar yaa nak, adik mu Itis telah pergi, ku lihat lagi satu persatu warga sekitar berdatangan ke rumah, aku baru paham berarti aku kehilangan lagi,
         Aku menjerit histeris sambil membuang semua barang-barang yang aku miliki bersama adik ku, lagi ... lagi aku kehilangan orang yang sangat aku sayangi, rasanya aku mau marah tapi aku marah sama siapa? Siapa yang harus aku marahi, tidak ada yang salah ... aku merobek baju baru yang belum aku pakai, baru semalam aku dapat dari abak, aku bukan marah sama abak tapi aku marah pada diri ku sendiri, mungkin ini yang dinamakan menyesal. 
        Yaa... aku menyesal, mengapa aku tidak mau memakainya semalam, pada hal itu pandangan terakhir adikku, jika aku tau itu permintaan terakhir adik ku, segalanya akan aku lakukan untuk nya, sampai sekarang air mata ku tak terbendung jika teringat kejadian ini. Terlebih aku melihat adik ku di angkat dalam keranda besi berselimut kain tebal berwarna hijau, bersulam benang kuning emas dengan huruf arab “Inna lillahi wainna ilaihi rojiun”, aku menjerit lagi dengan memanggil nama adik ku .. itiiiissss.... itiiissss uni ikuuuuttt..... 
        Sejak saat itu aku benci baju baru, aku benci dengan barang yang serupa dengan kenangan ku.satu persatu mainan kami di sedekahkan oleh Mak pada anak-anak sebaya itis. Tapi kadang aku sedih melihat barang itis di pakai orang lain, mungkin karena depresi Ada berapa barang mainan kami berdua aku juga hanyutkan di sungai kecil depan rumah, sambil duduk di anak tangga paling bawah itu aku menatap kenangan ku menjauh di bawa arus air yang mengalir, dilamun ombak yang menggulung, adik ku tersayang sudah pergi. 
        Hari-hari ku terasa sepi, aku merengek sama abak, aku mengajak abak balik lagi ke padang karna di padang aku banyak teman ada saudara sepupuku, uda roni, santi dan ujang yang tinggal di rumah mungil berhati lapang.
         Ketika mata hari hampir tenggelam, Aku Abak dan Mak berangkat ke padang naik bis, tiba di padang ku lihat rumah itu sudah kosong, kata tetangga nenek sudah meninggal, Uda roni, Santi dan Ujang sudah di jemput oleh mama (saudara sepupu abak), abak langsung mencari rumah mama dan kami menunggu di rumah tetangga, seharian abak mencarinya tidak bertemu karena waktu itu tidak ada hp, wa dan sosmed lainnya, lalu penuh rasa percaya diri aku bilang sama Abak. Abak... “aku tau dimana uda Roni”, Naluri ku mengatakan uda roni pasti ada di tempat itu, dimana kami sering bermain dan kawan-kawan.
         Yaa ... ayo kita ke sana sekarang,karena semangatnya aku ingin bertemu uda roni, aku berlari menelusuri jalan yang penuh bebatuan dan kerikil-kerikil tajam, bahkan telapak kaki rasa terbakar panasnya pasir di pantai namun aku tetap berlari, dari kejauhan sudah kelihatan teman-teman yang bersiap-siap mau mandi, aku sangat berharap uda roni ada di antara mereka ... 
        ee e.. ternyata dugaan ku salah, yang ada di sini hanyalah teman-teman sepermainannya yang menyambut kami penuh kehangatan karena mereka juga rindu sama roni yang sudah lama pergi. 
        Taplau menyimpan banyak kenangan, tak terasa airmata ku mengalir membasahi pipi, bagaikan riak gelombang di balut lara. Pada mu ombak taplau ku titipkan buih-buih rindu, pergilah uda bersama doaku, jaga adik hingga akhir hayatmu, walaupun raga kita berjauhan namun tetap bersatu dalam doa, smg kita dipetemukan kembali dalam lindungan Allah yang maha suci, Doa khusus buat adik ku Itisrayanti semoga kita berkumpul di syurgaNya nanti, Aamiin Aamiin ya Rabbal Aalamiin Yogyakarta, Ahad 15 Oktober 2023 Penulis Helma herawati





Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

10 MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF & KREATIF Serta langkah-langkahnya

CONTOH PROGRAM PERBAIKAN & PENGAYAAN SESUAI DENGAN KURIKULUM 2013